Selamat Datang Blogger
Puasa karena allah bukan karena pacar ~ Belajar Untuk Masa Depan

Sabtu, September 27, 2008

Puasa karena allah bukan karena pacar

Definisi Puasa

Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama (berhubungan suami-istri — zuh) mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari.
Alloh Ta’ala berfirman, artinya ” …dan makan minumlah hingga terang bagimu benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempunakanlah puasa itu sampai (datang) malam…” (QS. al-Baqarah: 187)

Jadi puasa adalah ibadah yang dilaksanakan dengan jalan meninggalkan segala yang menyebabkan batalnya puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Puasa Romadhon wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya’ban genap 30 hari. Puasa Romadhon wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Romadhon disaksikan seorang yang dipercaya.


Golongan Manusia dalam Berpuasa.

1. Puasa diwajibkan kepada setiap muslim, baligh, mampu dan bukan dalam keadaan musafir (bepergian).

2. Orang kafir tidak diwajibkan berpuasa dan jika ia masuk Islam tidak diwajibkan mengqodho’ (mengganti) puasa yang ditinggalkannya selama ia belum masuk Islam.

3. Anak kecil di bawah usia baligh tidak diwajibkan berpuasa, tetapi dianjurkan untuk dibiasakan berpuasa.

4. Orang gila tidak wajib berpuasa dan tidak dituntut untuk mengganti puasa dengan memberi makan, walau pun sudah baligh. Begitu pula orang yang kurang akalnya dan orang pikun.

5. Orang yang sudah tidak mampu untuk berpuasa disebabkan penyakit, usia lanjut, sebagai pengganti puasa ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin (membayar fidyah).

6. Bagi seseorang yang sakit dan penyakitnya masih ada kemungkinan untuk dapat disembuhkan, jika ia merasa berat untuk menjalankan puasa, maka dibolehkan baginya tidak berpuasa, tetapi harus mengqodho’nya setelah sembuh.

7. Wanita yang sedang hamil atau sedang menyusui jika dengan puasa ia merasa khawatir terhadap kesehatan dirinya dan anaknya, maka dibolehkan tidak berpuasa dan kemudian mengqodho’nya di hari yang lain.

8. Wanita yang sedang dalam keadaan haidh atau dalam keadaan nifas, tidak boleh berpuasa dan harus mengqodho’nya pada hari yang lain.

9. Orang yang terpaksa berbuka puasa karena hendak menyelamatkan orang yang hampir tenggelam atau terbakar, maka ia mengqodho’ puasa yang ditinggalkan itu pada hari yang lain.

10. Bagi musafir boleh memilih antara berpuasa dan tidak berpuasa. Jika memilih tidak berpuasa, maka ia harus mengqodho’nya di hari yang lain. Hal ini berlaku bagi musafir sementara, seperti berpergian untuk melaksanakan umrah, atau musafir tetap, seperti sopir truk dan bus (luar kota), maka bagi mereka boleh tidak berpuasa selama mereka tinggal di daerah (negeri) orang lain dan harus mengqodho’nya.

Beberapa Rukhshoh (Keringanan – zuh) yang Tidak Membatalkan Puasa.

1. Jika seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang membatalkan puasa disebabkan lupa atau tidak mengerti atau pun tidak sengaja, maka puasanya tidak batal. Berdasarkan ayat, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.” (QS. al-Baqarah : 286)
“Dan tiada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) adalah yang disengaja di hatimu.” (QS. al-Ahzab : 5)

2. Jika orang yang sedang berpuasa makan dan mimun karena ia yakin bahwa matahari telah terbenam, maka puasanya tidak batal; dan tidak batal pula puasa orang yang makan dan minum karena yakin bahwa fajar belum terbit (padahal yang sebenarnya waktu sahur telah habis, red).

3. Jika orang yang sedang berpuasa berkumur, lalu masuk sebagian air ke dalam tenggorokannya tanpa sengaja, maka puasanya tidak batal. Dan tidak batal puasa seseorang yang ketika tidur bermimpi (hingga keluar mani), karena tidak ada nash yang menyatakan hal tersebut batal.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Hal-hal yang membatalkan puasa ada delapan:

1. Melakukan jima’ (hubungan intim suami istri) pada siang hari Romadhon bagi yang sedang berpuasa, maka wajib mengqodho’ puasanya dan membayar kafaroh mughollazhoh (denda berat) yaitu dengan memerdekakan seorang hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan hamba sahaya maka wajib baginya berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Dan jika tidak mampu, maka ia berkewajiban memberi makan enam puluh orang miskin.

2. Mengeluarkan air mani dengan cara onani atau masturbasi, mencium, memeluk, merangkul dan lain-lainnya.

3. Makan minum atau menghisap sesuatu, baik yang bermanfaat atau yang berbahaya seperti rokok.

4. Menyuntikkan obat yang dapat mengenyangkan dan dapat menahan rasa lapar, karena melakukan itu berarti sama dengan minum. Sedang menyuntikkan obat yang tidak mengenyangkan, maka hal tesebut tidak membatalkan puasa, walaupun disuntikkan pada otot atau urat nadi, baik terasa di kerongkongan atau tidak.

5. Keluar darah haidh dan nifas

6. Mengeluarkan darah dengan jalan hijamah (membekam) atau yang serupa. Sedang keluar darah dengan sendirinya atau karena mencabut gigi dan yang semisalnya, tidak membatalkan puasa, karena hal tersebut tidak termasuk dalam pengertian hijamah.

7. Muntah disengaja, tetapi jika muntah tanpa disengaja atau dibuat-buat, maka tidak batal puasanya.

8. Transfusi darah sebagai pengganti darah yang keluar, seperti seseorang yang sedang berpuasa terluka (kecelakaan dan sejenisnya) yang mengakibatkan keluarnya darah.

Beberapa Petunjuk Berkenaan dengan Masalah Puasa

1. Seorang yang dalam keadaan junub tetap harus berniat puasa, meskipun ia mandi janabah setelah terbit fajar (Shubuh).

2. Wanita yang suci dari haidh sebelum fajar tiba (bulan Romadhon), maka wajib berpuasa walaupun ia mandi besar setelah terbit fajar.

3. Seseorang yang sedang berpuasa dibolehkan mencabut gigi, mengobati luka atau menggunakan obat tetes mata/telinga.

4. Diperbolehkan bagi yang sedang berpuasa untuk bersiwak, baik diwaktu pagi maupun siang hari, bahkan itu termasuk sunnah Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam.

5. Untuk mengurangi rasa panas dan dahaga dibolehkan menggunakan AC atau air dingin untuk membasahi kepala.

6. Bagi penderita sesak nafas meskipun sedang berpuasa diperbolehkan menyemprot mulut dengan sesuatu (berupa udara/gas) yang dapat melonggarkan pernafasan.

7. Orang yang sedang berpuasa diperbolehkan membasahi bibir dengan air bila terasa kering dan juga diperbolehkan berkumur-kumur namun dengan syarat tidak tertelan.

8. Disunnahkan mengakhirkan sahur, hingga menjelang Fajar dan segera berbuka setelah matahari terbenam (Maghrib).Diutamakan berbuka dengan kurma rutab (kurma yang masak), jika tidak ada rutab dengan kurma yang lain, dan jika tidak ada korma bisa berbuka denga apa saja yang halal atau berbuka dengan minum air apabila tidak menjumpai makanan.

9. Orang yang sedang berpuasa sangat dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunnah, seperti sholat sunnah, membaca al- Qur’an, berdzikir dan bershadaqah.

10. Bagi yang sedang berpuasa tetap diharuskan menjaga dan mengamalkan kewajiban-kewajiban yang lain serta menjauhi perbuatan-perbuatan harom.Hendaknya ia menjaga sholat dengan menjalankannya tepat pada waktunya dan berjama’ah di masjid bagi kaum pria.

11. Hendaknya selalu menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela yang dapat menghapus pahala puasa seperti: Berdusta, berbuat curang, menipu, riba/rentenir, berbicara yang harom dan sebagainya.

Nabi sallAllohu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barang siapa tidak meninggalkan perkataan sia-sia (palsu), perbuatan tak berguna dan kebodohan maka Alloh tidak butuh terhadap pusanya (berupa) meninggalkan makan dan minumnya.” (Muttafaq ‘alaih)

12. Berdo’a ketika berbuka:
اللهم لك صمت وعلي رزقك أفطرت سبحانك وبحمدك، اللهم تقبل مني إنك أنت السميع العليم

“Allohumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthortu, subhaanaka wa bihamdika, Allohumma taqabbal minnii, innaka antassamii’ul ‘aliim”

“Yaa Allah, untuk-Mu kami berpuasa dan dengan rizki-Mu kami berbuka. Yaa Allah, terimalah (amal-amal) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”

Catatan!!! : Para ulama’ berbeda pendapat tentang pengamalan do’a ini. Diantara mereka tidak merekomendasikan pemakaian pengamalan do’a ini karena do’a tersebut bersumber dari hadits dengan sanad yang lemah. Tentang hadits ini Syaikh Nashiruddin al-Albani mengatakan, bahwa hadits ini mungkar jiddan. walllohu a’lamu bish showab. (Lihat, Silsilah Ahadits Dhoifah wal Maudhu’ah, no. 6996, -red.)

atau berdo’a
ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

“dzahabadh dhoma u wab tallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Alloh” (HR. Abu Dawud no. 2357, ad-Daraquthni III/401 no. 2247, alhakim 1/422, Lihat Irwaa-ul Ghaliil IV/39 no. 920, Shahih Abi Dawud III/449 no.2066, hasan - zuh)

“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala telah tetap, insyaa Alloh.”



Keutamaan Puasa Romadhon

1. Dengan puasa Romadhon Alloh mengampuni dosa orang yang berpuasa dan memaafkan semua kesalahannya, Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barang siapa berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan mengharap pahala dari Alloh, maka Alloh mengampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. al-Bukhori dan Muslim).

2. Puasa Romadhon tidak terhingga pahalanya, karena orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala tanpa batas. Setiap muslim amalannya akan diganjar sebesar 10 hingga 700 kali lipat, kecuali puasa. Firman Alloh di dalam hadits qudsi,
“…Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mengganjarnya, ia menahan nafsu dan makan karena-Ku.” (HR. Muslim)

3. Puasa dapat membuka pintu syafa’at nanti pada hari Kiamat. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesunggunya puasa dan bacaan al-Qur’an memberi syafa’at kepada pelakunya pada hari Kiamat. Puasa berkata, ”Ya Tuhanku aku telah menahan hasrat makan dan syahwatnya, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Berkata pula al-Qur’an, ”Wahai Tuhanku, aku telah menghalanginya dari tidur untuk qiyamullail, maka berilah aku izin untuk memberikan syafa’at kepadanya. Nabi bersabda, ”Maka keduanya diberikan izin untuk memberi syafaat.” (HR. Ahmad).

Segala puji hanya bagi Alloh, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam, beserta para keluarga dan sahabatnya. Amin.

* * *

Sumber: Brosur tentang Puasa Romadhon, Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin, dan Risalah Romadhon, Dr Abdullah bin Jarulloh bin Ibrohim al-Jarulloh.

Disadur dari: situs dakwah AL-SOFWAH (www.alsofwah.or.id), dengan beberapa pengeditan.

0 komentar: